Macam-macam Penyakit Berbahaya Yang Sering Menyerang Ternak Sapi
Penyakit Sapi ialah suatu keadaan asing dari tubuh sapi yg menimbulkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap sapi yg dipengaruhinya.Jenis penyakit pada sapi potong sangat bermacam-macam macamnya. Tetapi ada beberapa yg intensitas terjadinya penyakit lebih sering atau dengan kata lain banyak sapi potong yg terkena penyakit ini.
Salah satu jenis penyakit berbahaya yg bis,a juga menular pada insan ialah antrax. Saat ternak sapi terkena antrax maka tidak ada satupun belahan tubuhnya yg boleh dimakan insan dan harus dimusnahkan, dibakar dan dikubur dalam-dalam lantaran kemampuan kuman antrax untuk bertahan hidup yg luar biasa meskipun sudah dibakar pada suhu tinggi.
Sedangkan jenis penyakit yg bis,a sangat berbahaya bagi sapi dan bis,a menjadi wabah yg sulit diberantas ialah penyakit verbal dan kuku. Penyakit ini populer sangat gampang menular dan menimbulkan kerugian ekomoni yg sangat tinggi bagi peternak lantaran sapi yg terkena penyakit ini bis,a berujung pada janjkematian ternak sapi tersebut. Hal inilah salah satu alasan mengapa negara kita sangat berhati-hati untuk melsayakan impor sapi maupun daging sapi dari negara yg belum benar-benar bebas penyakit verbal dan kuku.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ialah salah satu Penyakit Mulut penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba dan binatang berkuku genap dan Kuku lainnya menyerupai gajah, mencit, tikus, dan babi hutan.
Berikut ini beberapa penyakit yg sering menyerang sapi potong.
Brucellosis
Brucellosis ialah penyakit ternak menular yg setips primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder banyak sekali jenis ternak lainnya dan manusia. Pada sapi penyakit ini dikenal sebagai penyakit Kluron atau pemyakit Bang. Brucellosis pada sapi atau keluron menular ialah penyakit yg disebabkan oleh infeksi bakteri Brucella abortus. Penyakit ini sanggup mengakibat keguguran, angka janjkematian sangat kecil tau tidak terjadi namun kerugian ekonomi yg ditimbulkan sangat besar berupa keguguran, anak lahir lemah (weakness), lahir mati (stillbirth), fertilitas dan infertilitas.
Brucellosis ialah penyakit infeksi kuman Brucella yg bis,a menular pada insan dalam arti disebarkan dari binatang ke manusia, umumnya melalui konsumsi susu, terutama susu yg tidak dipasteurisasi, atau produk olahan susu lainnya. Meski jarang terjadi, brucellosis juga bis,a menyebar melalui udara atau kontak eksklusif dengan binatang yg terinfeksi.Kejadian brucellosis di Indonesia sudah menyebar hampir di seluruh propinsi kecuali Bali dan Lombok. Penularan brucellosis terjadi melalui terusan makanan, terusan kelamin, selaput lendir atau kulit yg luka dan IB. Gejala klinis brucellosis pada sapi dipengaruhi oleh umur sapi yg terinfeksi, jumlah kuman dan tingkat virulensinya. Anak sapi yg lahir dari induk yg terinfeksi akan terus menyimpan bibit penyakit hingga mencapai usia dewasa. Gejala yg paling mentanda ialah keguguran pada bulan ke 5-8 kebuntingan. Pada sapi jantan brucellosis sanggup menimbulkan peradangan testis (orchitis).
Diagnosis penyakit sanggup dilsayakan setips serologis dan dengan isolasi bakteri. Uji serologis sanggup dilsayakan dengan RBT (Rose Bengal Test), CFT (Complement Fixation Test) atau ELISA. Pengujian pada sekelopmpok sapi perah sanggup dilsayakan dengan uji MRT (Milk Ring Test). Isolasi kuman sanggup dilsayakan dari spesimen yg diambil dari organ janin yg keguguran (paru dan lambung) dan dari plasenta induk, leleran vagina dan susu. Pada sapi jantan sanggup diisolasi dari semen.
IBR
Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) ialah penyakit menular yg disebabkan oleh virus yg sanggup menyerang alat pernafasan belahan atas dan alat reproduksi ternak sapi. Biasanya penyakit ini menyerang ternak sapi yg ditandai dengan tanda-tanda deman tinggi ± 42°C, nafsu makan menurun dan dijumpai leleran hidung, hipersalivasi, produksi air susu menurun didani dengan kekurusan.
Penyakit IBR (Infectious Bovine Rhinotracheitis ) adalah penyakit binatang yg bersifat menular dan mengganggu sistem reproduksi ternak. Terganggunya sistem reproduksi ternak akhir infeksi penyakit menular sangat merugikan lantaran sanggup menimbulkan keguguran, penurunan fertilitas, bahkan kemajiran ternak. IBR merupakan penyakit yg sangat infeksius disebabkan oleh Bovine herpesvirus-1 (BHV-1). Gejala klinis akhir penyakit ini menyerupai infeksi pustular vulvovaginithis pada sapi betina atau balanoposthitis pada sapi jantan, konjungtivitis, ensefalitis dan tanda-tanda sistemik lainnya menyerupai demam dan kelesuan (STRAUB, 1990). Infeksi pada sapi betina sampaumur sanggup menimbulkan penurunan produksi susu, menurunnya tingkat fertilitas, dan keguguran (MILLER et al., 1991)
Gejala klinis
Berdasarkan tanda-tanda klinisnya, biro penyebab penyakit IBR yaitu virus BHV-1, terbagi menjadi 2 subtipe, yaitu subtipe 1 dan subtipe 2. Virus BHV-1 subtipe 1 bekerjasama dengan galur yg sanggup menimbulkan gangguan pernapasan, sedangkan subtype 2 ialah galur yg sanggup menimbulkan gangguan genital menyerupai Infectious Pustular Vulvovaginalis (IPV) dan Infectious Pustular Balanoposthitis (IPB) (RADOSTIT et al., 2000).
a. Gangguan pernapasan
IBR merupakan penyakit pernapasan pada sapi yg setips signifikan merugikan, khususnya bagi perjuangan perbibitan ternak sapi. Virus masuk ke dalam terusan pernapasan umumnya melalui udara (mengandung partikel air) yg mengandung virus IBR berasal dari binatang penderita. Utamanya, infeksi terjadi pada terusan pernapasan belahan atas, tetapi kadangkadang juga terjadi pada belahan bawah paru-paru. Sesudah berinkubasi secukup usang 2 – 3 hari, ternak akan demam yg diikuti dengan peningkatan frekuensi pernapasan, anoreksia, penurunan produksi susu (pada sapi perah), dan menjadi kurus. Dalam jangka waktu satu atau dua hari, terbentuk leleran hidung encer dan hidung tampak kemerahan (GIBBS dan RWEYEMAMU, 1977). Pada tahap berikutnya, leleran hidung yg encer menjadi mukopurulen. Tahap sayat ini terjadi sekitar 5 – 10 hari sehabis ternak sembuh dari demam. Kejadian klinis yg berat tergantung kepada jenis galur virus yg menginfeksi, status imunologik hewan, keadaan lingkungan, infeksi sekunder dan umur hewan. Faktor-faktor tersebut sanggup menimbulkan sindrom pernapasan kompleks yg disebut sebagai “demam pengapalan” (shipping fever). Sindrom ini merupakan tanda khas infeksi BHV-1 yg diikuti dengan infeksi sekunder (biasanya kuman Pasteurella haemolytica) yg mungkin sanggup berpotensi menghasilkan pneumonia yg fatal (BABIUK et al., 1988). Meskipun jarang, IBR sanggup terjadi pada pedetdan menimbulkan penyakit pernapasan yg ganas atau penyakit sistemik yg fatal dan cepat menimbulkan kematian. Infeksi IBR pada sapi yg gres lahir mungkin disebabkan oleh kekurangan antibody maternal dan komplikasi dengan faktor administrasi (MECHOR et al., 1987). Bila tanda-tanda klinis pernapasan pada sapi bunting terus berlanjut, sudah sanggup dipastikan sekitar 25% ternak bunting akan mengalami keguguran. Lamanya masa inkubasi pada sapi bunting terjadi keguguran antara 3 – 6 ahad dan paling sering terjadi pada usia kebuntingan 5 dan 8 bulan (MUYLKENS et al., 2007).
b. Gangguan reproduksi
IPV merupakan infeksi vagina dan vulva yg ditandai dengan ekor tidak kembali ke posisi biasa. Kemudian timbul pustula (berdiameter 1 – 2 mm) yg menyebar melalui permukaan mukosa dan kadangkadang didani oleh leleran mukopurulen. Pustula yg cukup lama, pecah meninggalkan bercak berwarna merah muda yg mengikis lokasi infeksi. Pada IPV, leleran hidung tidak tampak jelas. Penyakit pada tahap sayat terjadi antara 2 – 4 hari, dan lesi hilang dengan sendirinya sehabis 10 – 14 hari dari ketika terjadinya penyakit. Jika infeksi sistemik terjadi pada sapi bunting, maka akan terjadi keguguran (MUYLKENS etal., 2007). Pada ternak jantan, penyakit IPB berkembang sehabis masa inkubasi 1 – 3 hari yg ditandai dengan lesi pustula yg menyebar pada penis, timbulnya eksudat kecil dan demam. Infeksi pada pejantan sanggup menularkan IPB ke sapi lain walaupun tidak terdapat adanya lesi (MUYLKENS et al., 2007). Hal inilah yg menjadi alasan bahwa pejantan pada pusat inseminasi buatan (IB) harus mempunyai seronegatif terhadap BHV-1.
c. Gangguan syaraf (ensefalitis)
Meskipun BHV-1 sanggup menimbulkan gangguan pada organ syaraf, ensefalitis jarang sekali terjadi pada sapi. Ensefalitis diperkirakan terjadi sebagai suatuproses lanjutan yg bekerjasama dengan pernapasansayat atau pengaktifan kembali virus laten dari gangliatrigeminal dan cenderung mendekati penyebarannya kepusat otak. Berbagai tanda-tanda klinis yg dapatditimbulkan sehabis terjadinya infeksi olehalphahervesvirus yaitu terjadinya gangguan syaraf dan menimbulkan infeksi laten yg menetap pada sistemsyaraf tepi inang (PRESTON, 2000). Gejala klinis syaraf ditandai dengan tidak terkoordinasi, berputar-putar,otot gemetar, berbaring, kehilangan keseimbangan, kebutaan, selalu menjilat panggul dan risikonya mati(ENQUIST et al., 2002). Kasus sporadis BHV-1 yg bekerjasama dengan ensefalitis sudah umum terjadi diAustralia dan Argentina. Galur BHV-1 yg menunjukkan neuropatogenik yg berpotensi mewakili bvarian antigenik dan dikelompokkan sebagai BHV-5. Gejala klinis lain yg berkaitan dengan BHV-1termasuk kekeruhan pada kornea mata, mastitis, enteritis, dan dermatitis (WYLER et al., 1989).
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi kuman menahun yg disebabkan olehMycobacterium tuberculosis yg ditandai dengan pembentukan granuloma padajaringan yg terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob ygdapat hidup terutama di paru / banyak sekali organ tubuh lainnya yg bertekanan parsialtinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi sanggup menyebar kehampir seluruh belahan tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awalbiasanya terjadi 2-10 ahad sehabis pemajanan. Individu kemudian sanggup mengalamipenyakit aktif lantaran gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
Tuberkulosis (TB) ialah penyakit kronis yg menyerang semua jenis binatang dan manusia. Tuberkulosis pada sapi setips hemat sangat merugikan dan sekaligus merupakan ancaman bagi kesehatan manusia. Penyakit TB disebabkan oleh kuman tahan asam Mycobacterium tuberculosis.Ada tiga tipe kuman TB yaitu, tipe human (orang), tipe bovine (sapi), dan avian (unggas), namun demikian ketiga tipe tersebut sanggup menginfeksi hewan. Kuman TB sanggup tahan hidup berbulan-bulan di padang rumput yg rindang atau di sangkar yg teduh. Kuman sanggup mati setips cepat jikalau tekena sinar matahari.
Kejadian TB di Indonesia banyak ditemukan pada sapi perah daripada sapi potong. Sampai tahun 1994, kasus TB pada sapi hanya ditemukan di Jawa Barat. Penyakit TB sering dijumpai pada sapi perah yg sudah renta terutama yg dikandangkan dengan higiene lingkungan yg jelek. Prevalensi TB pada sapi di sangkar terbuka biasanya lebih rendah. Infeksi terjadi melalui pernafasan atau percikan batuk dari binatang terinfeksi yg mencemari pakan atau minum. Pedet sanggup tertular melalui susu dari induk yg terinfeksi. Lesi yg mentanda dari TB ialah pembentukan tuberkel atau bungkul berwarna putih kekuningan pada paru atau usus binatang yg terinfeksi. Bungkul tersebut berisi cairan bernanah, binatang sanggup mati lantaran organ tidak berfungsi akhir perkembangan jejas pada organ yg meningkat.
Diagnosis TB pada binatang hidup sanggup dilsayakan dengan reaksi hipersensitivitas dengan uji tuberkulin. Pada binatang terinfeksi akan terjadi pembengkakan pada sisi suntikan dan sanggup diukur luasnya dengan kaliper. Hewan yg mati akhir TB sanggup dikirimkan jaringan yg mengandung sarang-sarang tuberkel untuk isolasi kuman dan investigasi histopatologi. Pengobatan tidak dianjurkan pada binatang yg terjangkit TB lantaran tidak ekonomis. Pengujian TB sanggup dilsayakan setips teratur tiap 6-12 bulan dengan uji tuberkulin diikuti dengan pemotongan reaktor.
BVD
Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit viral pada sapi yg disebabkan oleh virus BVD, gampang ditularkan diantara sapi dan sudah menyebar ke seluruh dunia. Umumnya infeksi paska kelahiran bersifat non klinis, peningkatan temperatur biphasic (terjadi dua kali peningkatan suhu badan) dan leukopenia yg diikuti peningkatan zat kebal/antibodi yg sanggup dideteksi dengan uji serum netralisasi. Infeksi sanggup dilihat melalui diagnosis serologik, virologik dan munculnya tanda klinis dan adanya lesi patologik
Anthrax
Antraks atau anthrax ialah penyakit menular sayat yg disebabkan bakteria Bacillus anthracis dan sangat mematikan dalam bentuknya yg paling ganas. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar dan yg sudah dijinakkan, namun juga sanggup menjangkiti insan lantaran terekspos hewan-hewan yg sudah dijangkiti, jaringan binatang yg tertular, atau spora antraks dalam kadar tinggi.
Penyakit antraks atau radang limpa merupakan penyakit yg didani bakteriemia pada kebanyakan spesies hewan. Antraks sudah tersebar diseluruh dunia terutama di negara tropis namun umumnya terbatas pada beberapa wilayah saja. Antraks disebabkan oleh Bacillus anthracis, dan kuman ini sanggup membentuk spora bila terdedah udara dan tahan hidup hidup di tanah, di lingkungan yg panas dan materi kimia atau desinfektan.
Apabila terjadi perubahan ekologik menyerupai datangnya isu terkini hujan, spora yg semula bersifat laten akan berkembang dan meningkat populasinya. Sumber utama penularan antraks pada binatang ialah tanah yg terkontaminasi dan air yg masuk tubuh melalui luka, terhirup bersama udara atau tertelan. Gejala yg mentanda akhir serangan antraks ialah tanda-tanda septisemia yg ditandai adanya janjkematian mendadak dan perdarahan bersifat sianotik dari lubang-lubang alami. Di tempat endemik, terjadinya janjkematian mendadak pada sapi harus diwaspadai ada kemungkinan terjangkit antraks.
Diagnosis antraks menurut epidemiologi/ atau adanya riwayat penyakit radang antraks dan tanda-tanda klinis. Pengiriman spesimen ke laboratorium berupa darah di dalam tabung, bacokan jarum dari indera pendengaran atau ekor atau preparat ulas darah. Pencegahan dan pengendalian antraks sanggup dilsayakan dengan melsayakan vaksinasi pada ternak. Diagnosis banding dari antraks ialah keracunan tumbuhan, black leg, enterotoksemia. Hewan yg terjangkit atau diduga terjangkit antraks dihentikan keras dipotong. Karakar dan alat yg terkontaminasi harus dibakar dan kemudian dikubur dengan dilapisi gamping.
Anaplasmosis
Merupakan penyakit menular yg tidak ditularkan setips kontak (non contagious) yg sanggup bersifat persayat hingga kronis. Ditandai dengan demam tinggi, anemia, ichterus tanpa hemoglobinuria, di dalam eritrosit binatang penderita terdapat biro penyakit yg bentuknya menyerupai ”titik“ yg disebut Anaplasma, biasanya yg patogen ialah anaplasma marginal. Penyakit ini lebih sering menyerang ternak sapi dan kerbau. Anaplasma maupun Piroplasma termasuk dalam golongan rikettsia yg ditularkan oleh lalat penghisap darah.
Leptospirosis
Leptospira bertahan dalam waktu yg cukup usang di dalam ginjal hewan sehingga kuman akan banyak dikeluarkan binatang lewat air kencingnya. Hewan yg terinfeksi akan menularkan kuman dalam urinenya yg bertahan secukup usang berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kuman Leptospira sanggup memasuki tubuh lewat luka atau kerusakan kulit lainnya atau melalui selaput lendir (seperti belahan dalam verbal dan hidung).
Sesudah melewati barrier kulit, kuman memasuki pedoman darah dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh. Infeksi menimbulkan kerusakan pada lapisan dalam pembuluh darah. Hati, ginjal, jantung, paru-paru, sistem saraf pusat dan sanggup juga mempengaruhi mata. Leptospirosis ialah penyakit menular yg disebabkan oleh infeksi bakteri Leptospira spp.
Penyakit ini mempunyai arti penting ditinjau dari segi ekonomi peternakan dan kesehatan masyarakat. Bakteri Leptospira peka terhadap asam, tahan hidup di dalam air tawar secukup usang satu bulan tetapi gampang mati dalam air laut, air selokan dan air kencing yg pekat. Kejadian leptospirosis di Indonesia sudah dilaporkan semenjak jaman Hindia Belanda dan setips epidemiologi sudah dilaporkan diberbagai tempat di Jawa dan Bali.
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis dan menyerang hampir tiap binatang menyusui. Beberapa macam serovar sudah ditetapkan yaitu serovar harjo, bataviae, javanica, semarangga, djasman, sentot dan paidjan. Infeksi pada sapi yg paling sering terjadi disebabkan oleh serovar harjo, sedangkan serovar pomona merupakan serovar yg paling banyak menimbulkan infeksi sayat.
Penularan penyakit melalui kulit yg luka atau lewat selaput lendir mata, hidung dan terusan pencernaan. Diagnosis leptospirosis sanggup dilsayakan dengan uji MAT (Microscopic Agglutination Test) dari plasma darah, air kencing dan banyak sekali organ. Isolasi kuman sanggup dilsayakan dari spesimen hati dan ginjal binatang yg gres saja mati atau dari organ janin yg abortus (ginjal, paru dan cairan rongga dada).
Diagnosis banding penyakit ini ialah anaplasmosis, babesiosis dan infeksi Clostridium hemoliticum (hemoglobinuria basiler). Pengobatan penyakit dengan beberapa jenis antibiotika harus segera dilsayakan pada sapi yg terinfeksi untuk menghindari kerusakan jaringan dan perkembangan kuman dalam tubuh ternak. Vaksinasi sanggup dilsayakan bersamaan dengan pemberian antibiotika. Untuk kelompok ternak terbatas vaksinasi diberikan tiap tahun, sedangkan pada ternak yg menyebar dilsayakan tiap 6 bulan.
Salmonellosis
Salmonellosis pada sapi disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella dublin, S. typhimurium atau S. newport. Penyakit ini menimbulkan peradangan usus atau enteritis dan invasi organisme ke dalam pedoman darah menimbulkan septisemia. Salmonella tidak tahan hidup di alam, terutama dalam suasana kering.
Salmonellosis pada sapi di Indonesia ditemukan di mana-mana. Penularan salmonellosis terjadi melalui pakan atau minuman yg terkontaminasi dengan tinja dari ternak yg terinfeksi. Ternak yg terinfeksi sanggup tetap mengeluarkan kuman 3-4 bulan sehabis sembuh. Selain itu penularan juga sanggup terjadi setips intra uterin.
Gejala klinis salmonellosis sayat berupa demam, lesu, kurang nafsu makan. Pada sapi perah sanggup menurunkan produksi susu. Ternak juga mengalami diare berdarah dan berlendir. Kematian sanggup terjadi dalam waktu 3-4 hari sehabis infeksi. Anak sapi umur 2-6 ahad yg terinfeksi setips sayat sanggup mengalami septisemia tanpa timbul diare. Selain itu binatang dalam keadaan bunting sanggup mengalami keguguran jikalau terinfeksi.
Bovine Genital Campylobacteriosis
Bovine genital campylobacteriosis atau vibriosis ialah suatu penyakit kelamin pada sapi yg disebabkan oleh Campylobacter foetus. Infeksi yg terjadi terbatas pada alat reproduksi sapi betina atau kantung prepusium binatang jantan. Bakteri ini gampang mati oleh sinar matahari dan desinfektan.
Campylobacteriosis di Indonesia sudah ditemukan di beberapa tempat namun penyebarannya belum diketahui setips rinci. Penularan penyakit terjadi melalui perkawinan atau inseminasi buatan (IB) dengan semen pejantan yg terinfeksi. Sapi betina yg terjangkit campylobacteriosis pertama kalinya sanggup mengalami keguguran pada kebuntingan bulan ke-5 atau ke-6. Sesudah infeksi berkembang, tanda-tanda yg muncul ialah turunnya fertilitas dan angka kelahiran akhir janjkematian janin.
Diagnosis penyakit ini sanggup dilsayakan dengan pengiriman referensi uji dari leleran vagina, prepusium pejantan dan serum ke laboratorium. Diagnosa banding campylobacteriosis ialah trikomoniasis, brucellosis dan IBR. Pengendalian infeksi pada ternak sanggup dilsayakan dengan administrasi yg baik dan vaksinasi. Semen yg akan dipakai untuk IB harus higienis dari infeksi dan bebas penyakit campylobacteriosis.
Johne’s Disease
Johne’s disease atau paratuberkulosis dalah penyakit bakterial menahun yg disebabkan oleh Mycobacterium paratuberculosis. Penyakit ini menimbulkan radang usus dengan tanda-tanda diare jago terus menerus dan berakhir dengan kematian. Kejadian paratuberkulosis tersebar setips luas di dunia. Di Indonesia bencana penyakit belum ada data yg niscaya penyebarannya namun dilaporkan Setips histopatologis pernah didiagnosis pada sapi perah impor di Semarang.
Penularan penyakit terjadi lantaran pencemaran lingkungan oleh kuman melalui masakan dan minuman. Penularan sering terjadi dari penderita paratuberkulosis sub-klinis. Gejala klinis penyakit ini bervariasi, dimulai dari turunnya kondisi tubuh dan kebengkakan intramadibular. Nafsu makan dan suhu tubuh biasanya tetap normal.
Diagnosis menurut atas tanda-tanda klinis dan dikukuhkan dengan pengujian laboratoris dari sepesimen usus halus untuk pemeriksaan patologi, isolasi dan identifikasi bakteri. Uji intradermal dengan Johnin test juga sanggup dilsayakan di lapangan. Pengendalian penyakit dengan pengobatan tidak efektif sehingga dianjurkan semoga binatang sakit dipotong untuk menghindari kerugian. Sapi penderita paratuberkulosis yg dipotong masih sanggup dikonsumsi dagingnya dan jaringan yg terjangkit dimusnahkan dengan dibakar
Pink Eye
Pink eye atau radang mata menular ialah penyakit menular sayat pada sapi yg disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau klamidia. Penyebab kuman adalah Moraxella bovis yg bersifat hemolitik. Penyakit ini ditandai dengan adanya kemerahan pada selaput lendir mata yg kemudian sanggup menimbulkan kekeruhan kornea atau kebutaan. Penurunan berat tubuh terjadi lantaran gangguan mencari pakan akhir kebutaan. Infeksi bis,a terjadi setips unilateral maupun bilateral.
Kejadian penyakit radang mata menular di temukan di Indonesia di mana-mana pada banyak sekali jenis sapi terutama sapiBali. Penularan penyakit ini sanggup melalui debu, lalat dan percikan air yg terkontaminasi oleh bakteri. Pada isu terkini panas, penyakit ini sering ditemukan lantaran adanya debu dan lalat. Masa tunas dari pink eye berlangsung 2-3 hari ditandai dengan kongesti pada selaput lendir mata dan kornea. Hewan yg terinfeksi mengeluarkan banyak air mata, blefarospasmus, dan fotopobia. Kekeruhan kornea sanggup terjadi 2 hari sehabis infeksi, ulkus pada kornea timbul hari ke-4 dan kemudian pada hari ke-6 seluruh kornea menjadi keruh yg berakhir dengan kebutaan.
Diagnosis penyakit ini menurut tanda-tanda perubahan pada kornea. Peneguhan diagnosis sanggup dilsayakan dengan isolasi dan identifikasi kuman setips laboratoris dari spesimen swab air mata. Pengendalian penyakit radang mata menular ini sanggup dilsayakan dengan pengobatan antibiotika berspektrum luas.
Clostridial Disease
Clostridial disease pada sapi sanggup disebabkan oleh infeksi banyak sekali spesies dari bakteri Clostridium, yaitu Clostridium botulinum sebagai penyebab penyakit botulisme, CL. Chauvoei penyebab penyakit radang paha dan Cl. tetani penyebab penyakit tetanus.
a. Botulisme
Botulisme atau Lamziekti adalah penyakit yg disebabkan oleh toksin yg dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum yg memperbanyak diri dalam jaringan yg membusuk. Bakteri ini membentuk spora dan tahan hidup bertahun-tahun dalam tanah dan bersifat anaerobik. Hewan yg terinfeksi mengalami kelumpuhan total otot gerak. Cl. Botulinum terdapat dimana-mana di Indonesia dan terjadinya infeksi tergantung oleh faktor predisposisi menyerupai tidak sengaja tergoda atau terminum.
Penularan penyakit terjadi melalui toksin dalam pakan atau air yg terkontaminasi oleh bakteri. Kejadian botulisme sering terjadi pada sapi yg kekurangan fosfor lantaran binatang yg kekrangan fosfor cenderung mengunyah tulang yg dijumpai di pengembalaan. Apabila tulang tersebut berasal dari binatang pembawa kuman maka akan terjadi intoksikasi. Gejala klinis yg mencolok dari penyakit botulisme ialah terjadinya kelumpuhan total setips perlahan. Toksin menyerang sistem syaraf dan menimbulkan binatang sempoyongan, kesulitan menelan, ngiler dan mata terbelalak. Kelumpuhan terjadi pada lidah, bibir, tenggorokan, kaki dan disusul kelemahan umum.
Diagnosis penyakit sanggup dilsayakan dengan uji laboratoris dari spesimen pakan, isi usus atau bangkai dan diteguhkan dengan pengukuran konsentrasi toksin. Pengendalian penyakit ini dengan pengobatan tidak efektif, pencegahan dilsayakan dengan pemusnahan karkas dan vaksinasi dengan toksoid tipe C dan D. Hewan yg mati lantaran botulisme dihentikan dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Bangkai dimusnahkan, sangkar dan peralatan disucihamakan dengan desinfektan.
b. Radang Paha
Radang paha atau Black Leg adalah penyakit menular sayat yg disebabkan oleh infeksi bakteri Cl. Chauvoei pada sapi yg berakibat kepincangan dan radang yg jago pada belahan paha. Kejadian penyakit radang paha di Indonesia pertama kali dilaporkan di Subang pada tahun 1907. Daerah endemik radang paha di Yogjakarta, Surakarta dan Madiun.
Penularan penyakit terjadi melalui spora yg tergoda oleh binatang dan biasanya menyerang sapi muda umur 8-18 bulan. Gejala klinis yg mencolok ialah pada pangkal kaki belakang yg terjangkit dengan tanda-tanda awal pincang diikuti terbentuknya peradangan di belahan atas kaki yg meluas setips cepat. Jaringan yg terjangkit jikalau diraba berkrepitasi yg disebabkan penumpukan gas di bawah kulit. Timbul demam yg tinggi dan pernafasan meningkat, binatang terdengar mendengkur dengan gigi gemertak. Kematian terjadi mendadak antara 1-2 hari sehabis timbul tanda-tanda dan sanggup terjadi pendarahan pada hidung dan dubur.
Diagnosis sanggup dilsayakan dengan pengujian FAT. Pemeriksaan sediaan ulas darah setips cepat sanggup membedakan dengan penyakit antraks. Pengendalian dan pencegahan sanggup dilsayakan dengan vaksinasi masal di tempat tertular tiap tahun untuk umur 6 bulan hingga 3 tahun. Pengobatan binatang sakit sanggup dilsayakan dengan suntikan penisilin takaran besar. Hewan yg mati lantaran radang paha dihentikan dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Bangkai dimusnahkan, sangkar dan peralatan disucihamakan dengan desinfektan.
c. Tetanus
Tetanus ialah penyakit sayat yg menimbulkan keksayaan dan kekejangan otot tubuh yg disebabkan infeksi bakteri Cl. Tetani. Bakteri ini terdapat di dalam tanah dan alat pencernaan hewan. Tetanus ditemukan dimana-mana di Indonesia terutama kuda, babi, domba, kambing dan kera, sedangkan pada sapi jarang terjadi. Kejadian penyakit ini biasanya bersifat insidental mengikuti infeksi pada luka yg dalam atau pada lokasi yg banyak memakai pupuk kandang.
Penularan terjadi lantaran adanya luka kecil dan dalam, yg memungkinkan adanya kondisi anaerobik yg memudahkan pertumbuhan bakteri. Gejala klinis yg teramati pertama kali ialah keksayaan otot lokal diikuti oleh kekejangan umum, suhu tubuh sangat tinggi menjelang kematian. Kematian akhir tetanus sangat tinggi yaitu mencapai 80% .
Diagnosis sanggup diperkirakan menurut tanda-tanda klinis adanya kekejangan yg tetanik. Peneguhan diagnosis sanggup dilsayakan dengan pengiriman spesimen ulas atau biopsi jaringan luka ke laboratorium. Pengobatan sanggup dilsayakan dengan penyuntikan antitoksin diikuti pencucian dan desinfeksi luka. Antibiotika sanggup mematikan kuman penyebab bila luka sudah dibersihkan namun tidak bisa menghilangkan toksin dari jaringan. Ternak yg terjangkit tetanus dihentikan keras dipotong. Karkas harus dimusnahkan dengan dibakar.
Referensi:
- Wikipedia.com
- Abu Bakar. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pengawalan Dan Koordinasi Perbibitan Tahun 2012.
- Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian 2012.
- Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor Barat. 2010. Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit Ditinjau dari Penyakit Bakteri. Sudarisman.2011. Bovine Viral Diarrhea Pada Sapi Di Indonesia Dan Permasalahannya.